Jumat, 18 Desember 2009

Gus Sholah Ingin NU Kembali Pimpin Gerakan Masyarakat Sipil


Kamis, 10 Desember 2009

Jakarta, Muktamar
Kandidat ketua umum PBNU KH Sholahuddin Wahid menginginkan NU menjauhi ranah politik praktis dan memerankan kembali sebagai pemimpin gerakan masyarakat sipil sebagaimana yang dilakukan oleh Gus Dur pada tahun 1990-an.

“Peran politik praktis harus diakhiri karena posisi NU diatas partai politik. NU harus menjadi unsur utama masyarakat sipil sebagaimana tahun 1990-an,” katanya dalam diskusi Reboan di Jakarta, (9/12).

Muktamar NU tahun 2010 mendatang ini menurutnya menjadi tonggak penting bagi perubahan arah NU. Ia membagi NU menjadi beberapa periode penting, kelahiran pada tahun 1926, peran perjuangan kemerdekaan tahun 1945, menjadi partai politik tahun 1952, bergabung dengan PPP tahun 1973, menerima Pancasila dan khittah pada tahun 1984, pemimpin masyarakat sipil periode 1990-an, reformasi 1998 dengan mendirikan PKB.

Setelah reformasi, terdapat keyakinan kuat bahwa NU harus terjun dalam politik praktis, apalagi setelah terpilihnya Gus Dur sebagai presiden, tetapi banyak kegagalan yang dialami sehingga politik NU ke depan adalah politik kebangsaan.

Ditanya mengenai batasan dari politik praktis, Gus Sholah menjelaskan beberapa aturan, diantaranya pertama, jika ada ketua NU yang maju dalam kancah politik, harus mundur sebagaimana yang dilakukan dalam pilpres tahun 2004 dan tidak menggunakan institusi NU untuk kepentingan politik praktis ini.

Bukan berarti tokoh NU dilarang untuk terlibat dalam politik karena ini merupakan hak individunya sebagai warga negara. “Saya mendorong tokoh NU untuk maju jika memang memiliki potensi, tetapi harus tahu aturan dan cerdik,” tandasnya.

Demokrasi Ekonomi

Hal yang selama ini belum banyak mendapat sentuhan oleh NU adalah pengembangan demokrasi ekonomi dikalangan warga NU. Saat ini, NU dengan jumlahnya yang besar hanya menjadi pasar bagi kelompok lain, pasar ideologi, ekonomi, pendidikan dan lainnya, padahal NU sendiri memiliki potensi yang luar biasa.

Karena itu, NU memiliki peran penting mengawal pembuatan UU atau peraturan pemerintah lainnya agar tidak merugikan rakyat banyak. Diantara UU yang menurutnya merugikan adalah UU Pasar Modal dan UU Sumberdaya Air.

Sementara untuk pemberdayaan di lingkungan NU, ia mengusulkan adanya stimulus bagi PCNU tertentu yang memiliki potensi besar. Jika dalam satu periode kepemimpinan bisa menghasilkan beberapa cabang yang memiliki prestasi bagus, dan diteruskan pada periode selanjutnya, NU akan menjadi organisasi yang semakin disegani.

“Kita tidak boleh memanfaatkan NU, baik yang politik maupun non politik. Jangan hidup dari NU, tetapi hidupilah NU,” imbuhnya.

Dukung UU Islami secara Terbatas

Mantan anggota Komnas HAM ini juga menyatakan, NU mendukung penerapan UU yang Islami, secara terbatas, bukan dalam koridor Undang-Undang Dasar. Beberapa UU yang menyangkut umat Islam yang telah berhasil diperjuangkan diantaranya adalah UU Peradilan Agama, UU Perkawinan, UU Haji, UU Zakat, dan lainnya untuk memenuhi kebutuhan umat Islam.

Meskipun dalam beberapa hal NU, mengahadapi persoalan, Gus Sholah menyadari ada kesadaran tentang situasi ini dan keinginan kuat untuk melakukan perbaikan karena banyak potensi besar yang dimiliki NU.

Beberapa potensi yang dimiliki adalah massa yang besar, jaringan yang luar, intelektual muda NU sementara sebagian persoalan yang dihadapi adalah adanya penurunan kepercayaan terhadap NU. (mkf)

http://muktamar.nu.or.id/page.php?lang=id&area=Zmlyc3RfcGFnZQ%3D%3D&lks=ZGluYW1pY0RldGls&cid=MQ%3D%3D&idNya=64

Tidak ada komentar:

Posting Komentar